Senin, 04 Maret 2013

PENGGUNAAN LKS IPA KELAS VII CETAKAN PENERBIT

Penulis: Samsul Hidayat, SP 

Buku Lembar Kerja Siswa untuk kelas VII  ditulis oleh Sarwono diterbitkan oleh Cempaka Putih tahun 2007 pernah dipakai sebagai salah satu buku penunjang dalam pembelajaran IPA di SMP Negeri 3 Dusun Selatan. Terdapat beberapa kelemahan karena isinya tidak didukung oleh keadaan di SMPN 3 Dusun Selatan, tingkat kemampuan ekonomi orang tua siswa, dan peralatan yang ada di laboratorium IPA, sehingga pemakaian buku LKS tersebut dihentikan.
Berikut ini beberapa pengertian LKS  diambil penulisdariberbagaisumber,yaitu“a sheet of paper containing exercises to be completed by a pupil or student” lembaran kertas 



yang memuat latihan atau soal untuk dilengkapi penyelesaiannya oleh siswa (Collins Discovery Encyclopedia)  “A sheet of paper on which work records are kept” lembaran  kertas di mana rekaman pekerjaan disimpan (Dictionary of the English Language).“Lembar  kegiatan siswa (student worksheet ) adalah lembaran‐lembaran berisi tugas yang harus  dikerjakan oleh siswa. Lembar kegiatan berisi petunjuk, langkah‐langkah untuk menyelesaikan suatu tugas. Tugas‐tugas yang diberikan kepada siswa dapat berupa teori  dan atau praktik“ (BSNP).   Masih menurut BSNP, Struktur LKS secara umum adalah sebagai berikut:
- Judul, mata pelajaran, semester, tempat  
- Petunjuk belajar  
- Kompetensi yang akan dicapai  
- Indikator  
- Informasi pendukung  
- Tugas dan langkah kerja  
- Penilaian    
 Tampak  jelas  dari  pengertian pengertian  di  atas,  bahwa  LKS  begitu  penting  dalam  pembelajaran.  LKS  merupakan  portofolio  siswa  dan  merupakan  perangkat  yang  dapat  digunakan  di  dalam  kelas  sebagai  media  pembelajaran  maupun  di  luar  kelas  sebagai  eksplorasi  dan  review  pemahaman.  LKS  merupakan  salah  satu  media  agar  siswa  dapat  membangun  pengetahuannya  sendiri  sesuai  paradigma  konstruktivisme.  LKS  merupakan  bagian  penting  dari  modelmodel  pembelajaran  kooperatif  (cooperative  learning)  maupun  individual  termasuk  pembelajaran  investigasi/inquiri.  Singkatnya,  LKS memegang peran dalam meningkatkan peran aktif siswa (student centered). Karena itu,  tidaklah mengherankan bila di dunia internet begitu banyak situs yang menyediakan worksheetbagi guru maupun orang tua untuk membina pengetahuan dan pemahaman siswa.  
Dalam kerangka demikian, apakah benar “LKS“ yang kini beredar sudah merupakan LKS yang  sesungguhnya?  Lebih  dari  itu,  apakah  adil  untuk  memvonis  LKS  yang  sekarang  beredar  sementara  guru  sendiri  tidak  memberikan  pemahaman  yang  cukup  kepada  siswa?  Sesungguhnya  peran  gurulah  yang  perlu  dipertanyakan.  Jadi,  akan  lebih  tepat  bila  judul  tulisan  yang  diangkat  Sdr.Muslih  adalah  “Bahaya  dalam  pemanfaatan  LKS“.  Selain  itu,  penggunaan  kata  LKS  tanpa  mendeskrisikan  lebih  jauh  mengenai  LKS  yang  bagaimana,  seakanakan  telah  merendahkan  peran  penting  LKS  sebagai  media  dalam  proses  pembelajaran dan belajar siswa.   Penulis  artikel  menyatakan,  “...untuk  mengecek  kemampuan siswa, guru tidak perlu menggunakan LKS buatan penerbit. Lebih baik para guru memaksimalkan penggunaan buku ajar untuk pemahaman siswanya“. Jadi, peran LKS sejauh yang dimaksudkan untuk mereview pemahaman dan kemampuan, tidak dapat dibandingkan dengan buku ajar.
Adalah sebuah kisah nyata, Adi, seorang anak kelas VII SMP sambil sesenggukan ia  mengatakan bahwa PRnya sangat banyak hari itu. Dengan heran bercampur dongkol  ayah  itu  menanyai  anaknya,  berapa  PR  yang  harus  ia  kerjakan  hari  ini?  Katanya , sehari  itu  ibu  guru  memberinya  tiga  PR  untuk  mata  pelajaran  yang  berbeda.  Tak  puas  dengan  jawaban  itu,  sang  ayah  mulai  membuka  PR  anaknya.  Ternyata  semua  PR  bersumber  pada  tiga  buku  LKS  (lembar  kerja  siswa)terbitan  sebuah  perusahaan  swasta  yang  diberikan  sang  guru  pada  awal  semester. 
Pantas saja, anak itu menangis,’ pikir sang ayah ketika melihat PR setiap mata pelajaran yang terdiri dari  minimal empat bagian (A,B,C,dan D) dengan jumlah soal tiap bagian 5 – 10 soal. Jadi kalau dijumlah soal untuk ketiga PR itu ada 60 soal. ‘Wah, ini bukan lagi bertujuan  agar anak jadi rajin belajar namun justru menyiksa dan membebani anak,’pikir sang  ayah. Peran Pekerjaan Rumah bagi Siswa Sebenarnya,  apa  yang  salah  dengan  PR? 
Menurut para ahli pendidikan, PR (pekerjaan rumah) berfungsi untuk melatih dan  mereview kemampuan siswa secara mandiri di rumah setelah mendapat proses pembelajaran di sekolah. Selain itu, PR juga memiliki tujuan agar siswa rajin belajar di rumah, karena sudah menjadi rahasia  umum  bahwa  banyak  siswa  merasa  tak  perlu  membuka  pelajaran  bila  tak ada PR dari guru. Oleh karena itu, agar berjalan efektif biasanya jumlah soal untuk PR  hanya  sedikit.  Jadi  PR  sesungguhnya  baik  apabila  dilakukan  dan  dipersiapkan  dengan  cermat  oleh  guru.  Dari  kasus  di  atas  kemungkinan  masalahnya  adalah  guru  tidak  merencanakan  tugas  PR  dengan  baik.  Selain  membebani  siswa  dengan  jumlah  PR  yang terlalu banyak, ia juga asal-asalan memberikan tugas PRnya dengan mengambil  sumber  dari  LKS  sehingga  memberi  kesan  bahwa  sang  guru  malas  mempersiapkan  tugasnya. Menurut Piaget dalam buku The Language and the Tought of the Child pada  dasarnya  setiap  anak  merupakan  pembelajar  aktif.  Ia  mendapatkan  pengetahuan  lewat  lingkungannya,  baik  secara  fisik  maupun  penjelasan  orang  lain.  Piaget  membagi  perkembangan  cara  berpikir  anak  menjadi  empat  tahap:  tahap  sensor motorik  (dari  lahir  –  2  tahun),  tahap  pra operasional  (usia  2  –  7  tahun),  tahap  operasional  kongkrit  (usia  7  –  11  tahun),  dan  tahap  operasional  formal  (usia  11  tahun ke atas). 


1 komentar: