Penulis: Samsul Hidayat, SP
Buku Lembar Kerja Siswa untuk kelas VII ditulis oleh Sarwono diterbitkan oleh Cempaka Putih tahun 2007 pernah dipakai sebagai salah satu buku penunjang dalam pembelajaran IPA di SMP Negeri 3 Dusun Selatan. Terdapat beberapa kelemahan karena isinya tidak didukung oleh keadaan di SMPN 3 Dusun Selatan, tingkat kemampuan ekonomi orang tua siswa, dan peralatan yang ada di laboratorium IPA, sehingga pemakaian buku LKS tersebut dihentikan.
Buku Lembar Kerja Siswa untuk kelas VII ditulis oleh Sarwono diterbitkan oleh Cempaka Putih tahun 2007 pernah dipakai sebagai salah satu buku penunjang dalam pembelajaran IPA di SMP Negeri 3 Dusun Selatan. Terdapat beberapa kelemahan karena isinya tidak didukung oleh keadaan di SMPN 3 Dusun Selatan, tingkat kemampuan ekonomi orang tua siswa, dan peralatan yang ada di laboratorium IPA, sehingga pemakaian buku LKS tersebut dihentikan.
Berikut ini beberapa pengertian LKS diambil penulisdariberbagaisumber,yaitu“a sheet of paper containing exercises to be completed by a pupil or student” lembaran kertas
yang memuat latihan atau soal untuk dilengkapi penyelesaiannya oleh siswa (Collins Discovery Encyclopedia) “A sheet of paper on which work records are kept” lembaran
kertas di mana rekaman pekerjaan disimpan (Dictionary of the English Language).“Lembar
kegiatan siswa (student worksheet ) adalah lembaran‐lembaran berisi tugas yang harus
dikerjakan oleh siswa. Lembar kegiatan berisi petunjuk, langkah‐langkah untuk
menyelesaikan suatu tugas. Tugas‐tugas yang diberikan kepada siswa dapat berupa teori
dan atau praktik“ (BSNP).
Masih menurut BSNP, Struktur LKS secara umum adalah sebagai berikut:
-
Judul, mata pelajaran, semester, tempat
- Petunjuk belajar
-
Kompetensi yang akan dicapai
- Indikator
-
Informasi pendukung
- Tugas dan langkah kerja
- Penilaian
Tampak jelas dari pengertian pengertian
di atas, bahwa LKS begitu penting
dalam pembelajaran. LKS merupakan portofolio
siswa dan merupakan perangkat yang dapat
digunakan di dalam kelas sebagai media
pembelajaran maupun di luar kelas sebagai
eksplorasi dan review pemahaman. LKS
merupakan salah satu media agar siswa
dapat membangun pengetahuannya sendiri sesuai
paradigma konstruktivisme. LKS merupakan bagian
penting dari model‐model pembelajaran kooperatif
(cooperative learning) maupun individual termasuk
pembelajaran investigasi/inquiri. Singkatnya,
LKS memegang peran dalam meningkatkan peran aktif siswa (student centered). Karena itu,
tidaklah mengherankan bila di dunia internet begitu banyak situs yang menyediakan worksheetbagi guru maupun orang tua untuk membina pengetahuan dan pemahaman siswa.
Dalam kerangka demikian, apakah benar “LKS“ yang kini beredar sudah merupakan LKS yang
sesungguhnya? Lebih dari itu, apakah adil
untuk memvonis LKS yang sekarang beredar
sementara guru sendiri tidak memberikan
pemahaman yang cukup kepada siswa?
Sesungguhnya peran gurulah yang perlu
dipertanyakan. Jadi, akan lebih tepat bila
judul tulisan yang diangkat Sdr.Muslih
adalah “Bahaya dalam pemanfaatan LKS“.
Selain itu, penggunaan kata LKS tanpa
mendeskrisikan lebih jauh mengenai LKS yang
bagaimana, seakan‐akan telah merendahkan
peran penting LKS sebagai media dalam
proses pembelajaran dan belajar siswa.
Penulis artikel menyatakan, “...untuk mengecek
kemampuan siswa, guru tidak perlu menggunakan LKS buatan penerbit. Lebih baik para guru memaksimalkan penggunaan buku ajar untuk pemahaman siswanya“. Jadi, peran LKS sejauh yang dimaksudkan untuk mereview pemahaman dan kemampuan, tidak dapat dibandingkan
dengan buku ajar.
Adalah sebuah kisah nyata, Adi, seorang anak kelas VII SMP sambil sesenggukan ia
mengatakan bahwa PRnya sangat banyak hari itu. Dengan heran bercampur dongkol
ayah itu menanyai anaknya, berapa PR
yang harus ia kerjakan hari ini?
Katanya , sehari itu ibu guru memberinya
tiga PR untuk mata pelajaran yang
berbeda. Tak puas dengan jawaban itu,
sang ayah mulai membuka PR anaknya.
Ternyata semua PR bersumber pada tiga
buku LKS (lembar kerja siswa)terbitan
sebuah perusahaan swasta yang diberikan sang
guru pada awal semester.
Pantas saja, anak itu menangis,’ pikir sang ayah ketika melihat PR setiap mata pelajaran yang terdiri dari
minimal empat bagian (A,B,C,dan D) dengan jumlah soal tiap bagian 5 – 10 soal. Jadi kalau dijumlah soal untuk ketiga PR itu ada 60 soal. ‘Wah, ini bukan lagi bertujuan
agar anak jadi rajin belajar namun justru menyiksa dan membebani anak,’pikir sang
ayah. Peran Pekerjaan Rumah bagi Siswa Sebenarnya,
apa yang salah dengan PR?
Menurut para ahli pendidikan, PR (pekerjaan rumah) berfungsi untuk melatih dan
mereview kemampuan siswa secara mandiri di rumah setelah mendapat proses pembelajaran
di sekolah. Selain itu, PR juga memiliki tujuan agar siswa rajin belajar di rumah, karena sudah menjadi rahasia
umum bahwa banyak siswa merasa tak
perlu membuka pelajaran bila tak ada PR dari guru. Oleh karena itu, agar berjalan efektif biasanya jumlah soal untuk PR
hanya sedikit. Jadi PR sesungguhnya baik
apabila dilakukan dan dipersiapkan dengan
cermat oleh guru. Dari kasus di atas
kemungkinan masalahnya adalah guru tidak
merencanakan tugas PR dengan baik. Selain
membebani siswa dengan jumlah PR
yang terlalu banyak, ia juga asal-asalan memberikan tugas PRnya dengan mengambil
sumber dari LKS sehingga memberi kesan
bahwa sang guru malas mempersiapkan tugasnya.
Menurut Piaget dalam buku The Language and the Tought of the Child pada
dasarnya setiap anak merupakan pembelajar
aktif. Ia mendapatkan pengetahuan lewat
lingkungannya, baik secara fisik maupun
penjelasan orang lain. Piaget membagi
perkembangan cara berpikir anak menjadi
empat tahap: tahap sensor motorik (dari lahir
– 2 tahun), tahap pra operasional (usia
2 – 7 tahun), tahap operasional
kongkrit (usia 7 – 11 tahun), dan
tahap operasional formal (usia 11
tahun ke atas).
Mantap http://smpn3dusunselatan.wordpress.com/
BalasHapus